Selasa, 11 Januari 2011

Rabu, 15 Desember 2010

TUGAS JAWABAN POST TEST

TUGAS JAWABAN POST TEST

1.E 2.E 3.D 4.E 5.E 6.A 7.E 8.D 9.A 10.D 11.B 12.A 13.A 14.E 15.B 16.B 17.C 18.D 19.D 20.E 21.B 22.E 23.E 24.E 25.C 26.E 27.C 28.E 29.E 30.E

Holistic care - teori-teori kepearwatan - Masalah Etika Moral Dalam pelayanan Keperawatan

Holistic care - teori-teori kepearwatan - Masalah Etika Moral Dalam pelayanan Keperawatan


HOLISTIC CARE
Klinik Keperawatan Terpadu HOLISTIC CARE

Klinik Keperawatan Terpadu HOLISTIC CARE merupakan klinik yang dikelola oleh Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Pembentukan klinik ini merupakan bagian dari program strategis pengembangan fakultas dalam upaya untuk mengembangkan terapi modalitas keperawatan dan menerapkan ilmu-ilmu keperawatan dalam bentuk pengabdian terhadap masyarakat dalam bidang kesehatan.


Pelayanan pada klinik HOLISTIC CARE didasarkan pada konsep keperawatan holistik yang meyakini bahwa penyakit yang dialami seseorang bukan saja merupakan masalah fisik yang hanya dapat diselesaikan dengan pemberian obat semata. Pelayanan keperawatan holistik memberikan pelayanan kesehatan dengan lebih memperhatikan keutuhan aspek kehidupan sebagai manusia yang meliputi kehidupan jasmani, mental, sosial dan spiritual yang saling mempengaruhi. Klinik ini tidak saja menawarkan pelayanan keperawatan dengan memanfaatkan teknologi perawatan moderen maupun beragam terapi alternatif ataupun komplementer, tetapi juga pelayanan konseling dan promosi kesehatan untuk semua tahapan usia.

Visi Klinik HOLISTIC CARE adalah menjadi Klinik Keperawatan terpadu sebagai klinik keperawatan yang terkemuka dengan standar nasional maupun internasional dan menjadi model dalam pelayanan keperawatan mandiri dengan pendekatan holistik dan memanfaatkan teknologi moderen dan terapi alternatif dan komplementer berdasarkan teori pembuktian klinis dan keahlian tim. Dengan visi tersebut, klinik ini memiliki misi mencegah timbulnya masalah kesehatan melalui promosi kesehatan dan deteksi dini masalah kesehatan, mengatasi berbagai masalah kesehatan melalui pemberian pelayanan keperawatan secara holistik dengan menggunakan teknologi perawatan moderen maupun alternatif dan komplementer serta memberikan dukungan untuk meningkatkan kemampuan adaptasi pasien dalam mengatasi masalah kesehatannya.

MOTO Klinik
C Caring – Kami senantiasa mempertahankan pelayanan bernuansa caring
A Accessible – Kami memberikan pelayanan yang terjangkau oleh semua lapisan masyarakat.
R Research-based – Kami mengintergrasikan pembuktian klinis dengan keahlian kami dan pilihan klien dalam membuat keputusan kesehatan yant tepat bagi dirinya.
E Empowerment – Kami memberikan informasi yang tepat bagi klien agar mampu memberdayakan dirinya dalam membuat keputusan yang tepat bagi kesehatannya.



Ragam Pelayanan Klinik
Klinik ini menyediakan berbagai pelayanan antara lain deteksi dini masalah-masalah kesehatan, pencegahan penyakit dan promosi kesehatan. Pelayanan deteksi dini meliputi:

1. gangguan tumbuh kembang anak,
2. deteksi dini diabetes,
3. osteoporosis,
4. kanker payudara,
5. perubahan visus dan kelainan buta warna,
6. penyakit lain yang dideteksi melalui Iridologi.


Pendidikan dan konseling kesehatan diberikan sesuai dengan masalah kesehatan yang dialami klien. Perawatan kesehatan diberikan pada klien yang memiliki berbagai masalah kesehatan antara lain:

1. perawatan luka dan stoma,
2. perawatan kaki diabetik dan luka diabetik.

Layanan perawatan kesehatan di rumah disediakan bagi klien yang memiliki berbagai masalah kesehatan seperti klien:

1. pasca stroke,
2. demensia,
3. lansia,
4. gangguan mental,
5. menggunakan alat-alat bantu kesehatan seperti sonde lambung dan kateter urin.

Terapi komplementer yang tersedia di klinik HOLISTIC CARE yaitu:

1. akupuntur kesehatan,
2. aroma terapi,
3. terapi relaksasi,
4. terapi herbal,
5. terapi hipnosis.


Sedangkan layanan konseling yang disediakan meliputi konseling:

1. Ibu hamil dan menyusui,
2. sexualitas remaja,
3. HIV/AIDS,
4. adaptasi terhadap penyakit-penyakit kronik seperti Diabetes Melitus,
5. pasca stroke,
6. hipertensi,
7. gagal Jantung,
8. gangguan mental.



Tim Ahli
Tim perawatan terdiri dari perawat-perawat profesional yang memiliki sertifikat keterampilan khusus dan berpengalaman di bidangnya masing-masing yang kesemuanya merupakan staf FIK-UI.

Fasilitas Klinik
Ruang klinik yang nyaman dengan air conditioner dan pelayanan yang ramah disiapkan bagi klien Klinik. Tersedia peralatan untuk mendeteksi masalah kesehatan secara cepat antara lain penggunaan iridologi, spygnomanometer, glukometer, pendeteksi osteoporosis, dan denver development assessment tool, serta berragam produk perawatan luka, stoma dan perawatan kaki diabetik. Ruang pendidikan kesehatan yang dilengkapi dengan audiovisual, poster dan brosur yang informatif untuk diberikan secara cuma-cuma kepada klien.
TEORI TEORI KEPERAWATAN
BAB I
Teori-teori Keperawatan

A.Latar Belakang
Keperawatan sebagai bagian integral pelayanan kesehatan merupakan suatu bentuk pelayanan professional yang didasarkan pada ilmu keperawatan. Pada perkembangannya ilmu keperawatan selalu mengikuti perkembangan ilmu lain, mengingat ilmu keperawatan

merupakan ilmu terapan yang selalu berubah mengikuti perkembangan zaman. Demikian juga dengan pelayanan keperawatan di Indonesia, kedepan diharapkan harus mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat serta teknologi bidang kesehatan yang senantiasa berkembang. Pelaksanaan asuhan keperawatan di sebagian besar rumah sakit Indonesia umumnya telah menerapkan pendekatan ilmiah melalui proses keperawatan. Profesi keperawatan adalah profesi yang unik dan kompleks. Dalam melaksanakan prakteknya, perawat harus mengacu pada model konsep dan teori keperawatan yang sudah dimunculkan. Konsep adalah suatu ide dimana terdapat suatu kesan yang abstrak yang dapat diorganisir dengan smbol-simbol yang nyata, sedangkan konsep keperawatan merupakan ide untuk menyusun suatu kerangka konseptual atau model keperawatan
.
Teori adalah sekelompok konsep yang membentuk sebuah pola yang nyata atau suatu pernyataan yang menjelaskan suatu proses, peristiwa atau kejadian yang didasari fakta-fakta yang telah di observasi tetapi kurang absolut atau bukti secara langsung.Yang dimaksud teori keperawatan adalah usaha-usaha untuk menguraikan atau menjelaskan fenomena mengenai keperawatan. Teori keperawatan digunakan sebagai dasar dalam menyusun suatu model konsep dalam keperawatan,dan model konsep keperawatan digunakan dalam menentukan model praktek keperawatan. Berikut ini adalah ringkasan beberapa teori keperawatan yang perlu diketahui oleh para perawat profesional sehingga mampu mengaplikasikan praktek keperawatan yang didasarkan pada keyakinan dan nilai dasar keperawatan.
Penyusun Teori:
Nightingale (1860)
Tujuan Keperawatan: Untuk memfasilitasi “proses penyembuhan tubuh” dengan
memanipulasi lingkungan klien (Torres, 1986). Kerangka Kerja Praktik: Lingkungan klien dimanipulasi untuk mendapatkan ketenangan, nutrisi, kebersihan, cahaya, kenyamanan, sosialiasi, dan harapan yang sesuai Penyusun Teori:
Peplau (1952)
Tujuan Keperawatan: Untuk mengembangkan interaksi antara perawat dan klien Kerangka Kerja Praktik: Keperawatan adalah proses yang penting, terapeutik, dan interpersonal
(1952) Keperawatan berpartisipasi dalam menyusun struktur sistem asuhan kesehatan untuk memfasilitasi kondisi yang alami dari kecenderungan manusia untuk mengembangkan hubungan interpersonal (Marriner-Torney, 1994) Penyusun Teori:
Henderson (1955)
Tujuan Keperawatan: Untuk bekerja secara mandiri dengan tenaga pemberi pelayanan kesehatan (Marriner-Torney, 1994), membantu klien untuk mendapatkan kembali kemandiriannya secepat mungkin. Kerangka Kerja Praktik: Praktik keperawatan membentuk klien untuk melakukan 14 kebutuhan dasar Henderson (Henderson, 1966) Penyusun Teori:
Abdellah (1960)
Tujuan Keperawatan: Untuk memberikan kepada individu, keluarga, dan masyarakat. Untuk menjadi perawat yang baik dan berpengertian, juga mempunyai kemampuan intelegensia yang tinggi, kompeten dan memiliki keterampilan yang baik dalam memberikan pelayanan keperawatan (Marriner-Torney, 1994)Kerangka Kerja Praktik: Teori ini melingkupi 21 masalah keperawatan Abdellah (Abdellah et al 1960) Penyusun Teori:
Orlando (1961)
Tujuan Keperawatan: Untuk berespons terhadap perilaku klien dalam memenuhi kebutuhan klien dengan segera. Untuk berinteraksi dengan klien untuk memenuhi kebutuhan klien secepat mungkin dengan mengidentifikasi perilaku klien, reaksi perawat, dan tindakan keperawatan yang dilakukan (Tores, 1986; Chinn dan Jacobs, 1995). Kerangka Kerja Praktik: Tiga elemen seperti perilaku klien, reaksi perawat, dan tindakan perawat membentuk situasi keperawatan (Orlando, 1961)
Penyusun Teori:
Hall (1962)
Tujuan Keperawatan: Untuk memberikan asuhan dan kenyamanan bagi klien selama proses penyakit (Torres, 1986). Kerangka Kerja Praktik: Seorang klien dibentuk oleh bagian-bagian berikut yang saling tumpang-tindih, yaitu: manusia (inti), status patologis, dan pengobatan (penyembuhan) dan tubuh (perawatan). Perawat sebagai pemberi perawatan (Mariner-Torney, 1994; Chinn dan Jacobs, 1995) Penyusun Teori:
Wiedenbach (1964)
Tujuan Keperawatan: Untuk membantu individual dalam mengatasi masalah yang berkaitan dengan kemampuan untuk memenuhi tekanan atau kebutuhan yang dihasil dari suatu kondisi, lingkungan, situasi atau waktu (Torres, 1986). Kerangka Kerja Praktik: Praktik keperawatan berhubungan dengan individu yang memerlukan bantuan karena stimulasi perilaku. Keperawatan klinik memiliki komponen seperti filosofi, tujuan, praktik, dan seni (Chinn dan Jacobs, 1995)
Penyusun Teori:
Levine (1966)
Tujuan Keperawatan: Untuk melakukan konversi kegiatan yang ditujukan untuk menggunakan sumber daya yang dimiliki klien secara optimal Kerangka Kerja Praktik: Model adaptasi manusia ini sebagai bagian dari satu kesatuan yang utuh
didasari oleh “empat prinsip konservasi keperawatan” (Levine, 1973)
Penyusun Teori:
Johnson (1968)
Tujuan Keperawatan: Untuk mengurangi stress sehingga klien dapat bergerak lebih mudah melewati proses penyembuhan. Kerangka Kerja Praktik: Kerangka dari kebutuhan dasar ini berfokus pada tujuh kategori perilaku. Tujuan individu adalah untuk mencapai keseimbangan perilaku dan kondisi yang stabil melalui penyelarasan dan adaptasi terhadap tekanan tertentu (Johnson, 1980; Torres, 1986) Penyusun Teori:
Rogers (1970)
Tujuan Keperawatan: Untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatan, mencegah kesakitan, dan merawat serta merehabilitasi klien yang sakit dan tidak mampu dengan
pendekatan humanistik keperawatan (Rogers, 1979). Kerangka Kerja Praktik: “Manusia utuh”
meliputi proses sepanjang hidup. Klien secara terus menerus berubah dan menyelaraskan dengan lingkungannya Penyusun Teori:
Orem (1971)
Tujuan Keperawatan: Untuk merawat dan membantu klien mencapai perawatan diri secara total Kerangka Kerja Praktik: Teori ini merupakan teori kurangnya perawatan diri sendiri. Asuhan keperawatan menjadi penting ketika klien tidak mampu memenuhi kebutuhan biologis, psikologis, perkembangan, dan sosial (Orem , 1985) Penyusun Teori:
King (1971)
Tujuan Keperawatan: Untuk memanfaatkan komunikasi dalam membantu klien mencapai kembali adaptasi secara positif terhadap lingkungan. Kerangka Kerja Praktik: Proses keperawatan didefinisikan sebagai proses interpersonal yang dinamis antara perawat, klien dan sistem pelayanan kesehatan Penyusun Teori:
Travelbee (1971)
Tujuan Keperawatan: Untuk membantu individu atau keluarga untuk mencegah atau mengembangkan koping terhadap penyakit yang dideritanya, mendapatkan kembali kesehatannya, menemukan arti dari penyakit atau mempertahankan status kesehatan maksimalnya (Marriner-Torney, 1994). Kerangka Kerja Praktik: Proses interpersonal dipandang Tujuan Keperawatan: Untuk merawat dan membantu klien mencapai perawatan diri secara total Kerangka Kerja Praktik: Teori ini merupakan teori kurangnya perawatan diri sendiri. Asuhan keperawatan menjadi penting ketika klien tidak mampu memenuhi kebutuhan biologis, psikologis, perkembangan, dan sosial (Orem , 1985) Penyusun Teori:
King (1971)
Tujuan Keperawatan: Untuk memanfaatkan komunikasi dalam membantu klien mencapai kembali adaptasi secara positif terhadap lingkungan. Kerangka Kerja Praktik: Proses keperawatan didefinisikan sebagai proses interpersonal yang dinamis antara perawat, klien dan sistem pelayanan kesehatan Penyusun Teori:
Travelbee (1971)
Tujuan Keperawatan: Untuk membantu individu atau keluarga untuk mencegah atau mengembangkan koping terhadap penyakit yang dideritanya, mendapatkan kembali kesehatannya, menemukan arti dari penyakit atau mempertahankan status kesehatan maksimalnya (Marriner-Torney, 1994). Kerangka Kerja Praktik: Proses interpersonal dipandang Tujuan Keperawatan: Untuk merawat dan membantu klien mencapai perawatan diri secara total Kerangka Kerja Praktik: Teori ini merupakan teori kurangnya perawatan diri sendiri. Asuhan keperawatan menjadi penting ketika klien tidak mampu memenuhi kebutuhan biologis, psikologis, perkembangan, dan sosial (Orem , 1985) Penyusun Teori:
King (1971)
Tujuan Keperawatan: Untuk memanfaatkan komunikasi dalam membantu klien mencapai kembali adaptasi secara positif terhadap lingkungan. Kerangka Kerja Praktik: Proses keperawatan didefinisikan sebagai proses interpersonal yang dinamis antara perawat, klien dan sistem pelayanan kesehatan Penyusun Teori:
Travelbee (1971)
Tujuan Keperawatan: Untuk membantu individu atau keluarga untuk mencegah atau mengembangkan koping terhadap penyakit yang dideritanya, mendapatkan kembali kesehatannya, menemukan arti dari penyakit atau mempertahankan status kesehatan maksimalnya (Marriner-Torney, 1994). Kerangka Kerja Praktik: Proses interpersonal dipandang
BAB I
Teori-teori Keperawatan

A.

Latar Belakang
Keperawatan sebagai bagian integral pelayanan kesehatan merupakan suatu bentuk pelayanan professional yang didasarkan pada ilmu keperawatan. Pada perkembangannya ilmu keperawatan selalu mengikuti perkembangan ilmu lain, mengingat ilmu keperawatan

merupakan ilmu terapan yang selalu berubah mengikuti perkembangan zaman. Demikian juga dengan pelayanan keperawatan di Indonesia, kedepan diharapkan harus mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat serta teknologi bidang kesehatan yang senantiasa berkembang. Pelaksanaan asuhan keperawatan di sebagian besar rumah sakit Indonesia umumnya telah menerapkan pendekatan ilmiah melalui proses keperawatan. Profesi keperawatan adalah profesi yang unik dan kompleks. Dalam melaksanakan prakteknya, perawat harus mengacu pada model konsep dan teori keperawatan yang sudah dimunculkan. Konsep adalah suatu ide dimana terdapat suatu kesan yang abstrak yang dapat diorganisir dengan smbol-simbol yang nyata, sedangkan konsep keperawatan merupakan ide untuk menyusun suatu kerangka konseptual atau model keperawatan
.
Teori adalah sekelompok konsep yang membentuk sebuah pola yang nyata atau suatu pernyataan yang menjelaskan suatu proses, peristiwa atau kejadian yang didasari fakta-fakta yang telah di observasi tetapi kurang absolut atau bukti secara langsung.Yang dimaksud teori keperawatan adalah usaha-usaha untuk menguraikan atau menjelaskan fenomena mengenai keperawatan. Teori keperawatan digunakan sebagai dasar dalam menyusun suatu model konsep dalam keperawatan,dan model konsep keperawatan digunakan dalam menentukan model praktek keperawatan. Berikut ini adalah ringkasan beberapa teori keperawatan yang perlu diketahui oleh para perawat profesional sehingga mampu mengaplikasikan praktek keperawatan yang didasarkan pada keyakinan dan nilai dasar keperawatan. Penyusun Teori:
Nightingale (1860)
Tujuan Keperawatan: Untuk memfasilitasi “proses penyembuhan tubuh” dengan
memanipulasi lingkungan klien (Torres, 1986). Kerangka Kerja Praktik: Lingkungan klien dimanipulasi untuk mendapatkan ketenangan, nutrisi, kebersihan, cahaya, kenyamanan, sosialiasi, dan harapan yang sesuai Penyusun Teori:
Peplau (1952)
Tujuan Keperawatan: Untuk mengembangkan interaksi antara perawat dan klien Kerangka Kerja Praktik: Keperawatan adalah proses yang penting, terapeutik, dan interpersonal (1952) Keperawatan berpartisipasi dalam menyusun struktur sistem asuhan kesehatan untuk memfasilitasi kondisi yang alami dari kecenderungan manusia untuk mengembangkan hubungan interpersonal (Marriner-Torney, 1994) Penyusun Teori:
Henderson (1955)
Tujuan Keperawatan: Untuk bekerja secara mandiri dengan tenaga pemberi pelayanan kesehatan (Marriner-Torney, 1994), membantu klien untuk mendapatkan kembali kemandiriannya secepat mungkin. Kerangka Kerja Praktik: Praktik keperawatan membentuk klien untuk melakukan 14 kebutuhan dasar Henderson (Henderson, 1966) Penyusun Teori:
Abdellah (1960)
Tujuan Keperawatan: Untuk memberikan kepada individu, keluarga, dan masyarakat. Untuk menjadi perawat yang baik dan berpengertian, juga mempunyai kemampuan intelegensia yang tinggi, kompeten dan memiliki keterampilan yang baik dalam memberikan pelayanan keperawatan (Marriner-Torney, 1994)Kerangka Kerja Praktik: Teori ini melingkupi 21 masalah keperawatan Abdellah (Abdellah et al 1960) Penyusun Teori:
Orlando (1961)
Tujuan Keperawatan: Untuk berespons terhadap perilaku klien dalam memenuhi kebutuhan klien dengan segera. Untuk berinteraksi dengan klien untuk memenuhi kebutuhan klien secepat mungkin dengan mengidentifikasi perilaku klien, reaksi perawat, dan tindakan keperawatan yang dilakukan (Tores, 1986; Chinn dan Jacobs, 1995). Kerangka Kerja Praktik: Tiga elemen seperti perilaku klien, reaksi perawat, dan tindakan perawat membentuk situasi keperawatan (Orlando, 1961) Penyusun Teori:
Hall (1962)
Tujuan Keperawatan: Untuk memberikan asuhan dan kenyamanan bagi klien selama proses penyakit (Torres, 1986). Kerangka Kerja Praktik: Seorang klien dibentuk oleh bagian-bagian berikut yang saling tumpang-tindih, yaitu: manusia (inti), status patologis, dan pengobatan (penyembuhan) dan tubuh (perawatan). Perawat sebagai pemberi perawatan (Mariner-Torney, 1994; Chinn dan Jacobs, 1995) Penyusun Teori:
Wiedenbach (1964)
Tujuan Keperawatan: Untuk membantu individual dalam mengatasi masalah yang berkaitan dengan kemampuan untuk memenuhi tekanan atau kebutuhan yang dihasil dari suatu kondisi, lingkungan, situasi atau waktu (Torres, 1986). Kerangka Kerja Praktik: Praktik keperawatan berhubungan dengan individu yang memerlukan bantuan karena stimulasi perilaku. Keperawatan klinik memiliki komponen seperti filosofi, tujuan, praktik, dan seni (Chinn dan Jacobs, 1995) Penyusun Teori:
Levine (1966)
Tujuan Keperawatan: Untuk melakukan konversi kegiatan yang ditujukan untuk menggunakan sumber daya yang dimiliki klien secara optimal Kerangka Kerja Praktik: Model adaptasi manusia ini sebagai bagian dari satu kesatuan yang utuh
didasari oleh “empat prinsip konservasi keperawatan” (Levine, 1973)
Penyusun Teori:
Johnson (1968)
Tujuan Keperawatan: Untuk mengurangi stress sehingga klien dapat bergerak lebih mudah melewati proses penyembuhan. Kerangka Kerja Praktik: Kerangka dari kebutuhan dasar ini berfokus pada tujuh kategori perilaku. Tujuan individu adalah untuk mencapai keseimbangan perilaku dan kondisi yang stabil melalui penyelarasan dan adaptasi terhadap tekanan tertentu (Johnson, 1980; Torres, 1986) Penyusun Teori:
Rogers (1970)
Tujuan Keperawatan: Untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatan, mencegah kesakitan, dan merawat serta merehabilitasi klien yang sakit dan tidak mampu dengan
pendekatan humanistik keperawatan (Rogers, 1979). Kerangka Kerja Praktik: “Manusia utuh”
meliputi proses sepanjang hidup. Klien secara terus menerus berubah dan menyelaraskan dengan lingkungannya Penyusun Teori:
Orem (1971)
Tujuan Keperawatan: Untuk merawat dan membantu klien mencapai perawatan diri secara total Kerangka Kerja Praktik: Teori ini merupakan teori kurangnya perawatan diri sendiri. Asuhan keperawatan menjadi penting ketika klien tidak mampu memenuhi kebutuhan biologis, psikologis, perkembangan, dan sosial (Orem , 1985) Penyusun Teori:
King (1971)
Tujuan Keperawatan: Untuk memanfaatkan komunikasi dalam membantu klien mencapai kembali adaptasi secara positif terhadap lingkungan. Kerangka Kerja Praktik: Proses keperawatan didefinisikan sebagai proses interpersonal yang dinamis antara perawat, klien dan sistem pelayanan kesehatan Penyusun Teori:
Travelbee (1971)
Tujuan Keperawatan: Untuk membantu individu atau keluarga untuk mencegah atau mengembangkan koping terhadap penyakit yang dideritanya, mendapatkan kembali kesehatannya, menemukan arti dari penyakit atau mempertahankan status kesehatan maksimalnya (Marriner-Torney, 1994). Kerangka Kerja Praktik: Proses interpersonal dipandang sebagai hubungan manusia dengan manusia yang terbentuk selama sakit dan selama “mengalami penderitaan”
Penyusun Teori:
Neuman (1972)
Tujuan Keperawatan: Untuk membantu individu, keluarga, dan kelompok untuk mendapatkan dan mempertahankan tingkat kesehatan maksimalnya melalui intervensi tertentu Kerangka Kerja Praktik: Penurunan stress adalah salah satu tujuan dari sistem model praktik keperawatan (Torres, 1986). Tindakan keperawatan meliputi tindakan preventif tingkat primer, sekunder, atau tersier Penyusun Teori:
Patterson dan Zderad (1976)
Tujuan Keperawatan: Untuk berespons terhadap kebutuhan manusia dan dan membangun
ilmu “keperawatan yang humanistik” (Patterson dan Zderad, 1976; Chinn dan Jacobs, 1995)
Kerangka Kerja Praktik: Keperawatan humanistik memerlukan partisipasi untuk memahami
“keunikan” dan “kesamaan” dengan yang lain (Chinn dan Jacobs, 1995)
Penyusun Teori:
Leininger (1978)
Tujuan Keperawatan: Untuk memberikan perawatan yang konsisten dengan ilmu dan pengetahuan keperawatan dengan caring sebagai fokus sentral (Chinn dan Jacobs, 1995) Kerangka Kerja Praktik: Dengan teori transkultural ini, caring merupakan sentral dan menggabungkan pengetahuan dan praktik keperawatan (Leininger, 1980) Penyusun Teori:
Roy (1979)
Tujuan Keperawatan: Untuk mengidentifikasi tipe kebutuhan klien, mengkaji kemampuan adaptasi terhadap kebutuhan dan membantu klien beradaptasi Kerangka Kerja Praktik: Model adaptasi ini didasari oleh model adaptasi fisiologis, psikologis, sosiologis, serta ketergantungan dan kemandirian (Roy, 1980) Penyusun Teori:
Watson (1979)
Tujuan Keperawatan: Untuk meningkatkan kesehatan, mengembangkan klien pada kondisi sehatnya, dan mencegah kesakitan (Marriner-Torney, 1994). Kerangka Kerja Praktik: Teori ini mencakup filosofi dan ilmu tentang caring; caring merupakan proses interpersonal yang terdiri dari intervensi yang menghasilkan pemenuhan kebutuhan manusia (Torres, 1986) Penyusun Teori:
Parse (1981)
Tujuan Keperawatan: Untuk memfokuskan pada manusia sebagai suatu unit yang hidup dan kualitas partisipasi manusia terhadap pengalaman sehat (Parse, 1990) (Nursing as science and art [Marriner-Torney, 1994]). Kerangka Kerja Praktik: Manusia secara terus menerus berinteraksi dengan lingkungan dan berpartisipasi dalam upaya mempertahankan kesehatannya (Marriner-Torney, 1994). Sehat adalah suatu kontinu, proses yang terbuka bukan sekedar status sehat atau hilangnya penyakit (Parse, 1990; Marriner-Torney, 1994; Chinn dan Jacobs, 1995)
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, M. E. (2002).
Nursing care plane: Guidelines for planning & documenting patient care, 3
rd
edition
, FA. Davis. George. (1995).
Nursing Theories (The Base for Profesional Nursing Practice)
, Fourth Edition. USA : Appleton & Lange. Hidayat AA. (2004).
Pengantar konsep dasar keperawatan
. Jakarta: Salemba Medika Nursalam. (2001).
Proses dan Dokumentasi Keperawatan : Konsep dan Praktik.
Jakarta : Salemba PPNI (2000) Standar Praktik Keperawatan. Jakarta : PPNI. Tomey Ann Marriner, Alligood M.R.(2006).
Nursing Theorists and Their work
. 6 Ed. USA : Mosby Inc. http://www.sandiego.edu/acamics/nursing/theory/Orlando
MASALAH ETIKA MORAL DALAM PELAYANAN KEPERAWATAN
PENGERTIAN ETIKA MORAL

Etika adalah ilmu ttg kesusilaan yg bagaimana sepatutnya manusia hidup di dalam masyarakat yg melibatkan aturan atau prinsip yg menentukan tingkah laku
yang benar.
Moral adalah perilaku yang diharapkan oleh masyarakat yg merupakan “standar perilaku” dan “nilai” yang harus diperhatikan bila seseorang menjadi anggota masyarakat tempat ia tinggal.

Etiket atau adat merupakan sesuatu yang dikenal, diketahui, diulang serta
menjadi suatu kebiasaan di dalam suatu masyarakat baik berupa kata- kata maupun bentuk perbuatan yang nyata.

Etika, moral dan etiket sulit dibedakan, hanya dapat dilihat bahwa etika lebih
dititikberatkan pada aturan, prinsip yang melandasi perilaku yang mendasar dan mendekati aturan, hukum dan undang2 yang membedakan benar atau salah secara
moralitas


nilai-nilai moral yang ada dalam kode etik keperawatan Indonesia (2000), diantaranya:
1.Menghargai hak klien sebagai individu yg bermartabat dan unik
2.Menghormati nilai-nilai yang diyakini klien
3.Bertanggung jawab terhadap klien
4.confidentiality

Metoda pendekatan pembahasan masalah etika

Dari Ladd J (1978), dikutip oleh Freld(1990) menyatakan ada empat metoda utama membahas masalah etika:
1.Otoritas
2.Consensum hominum
3.Pendekatan intuisi atau self evidence
4.Metode argumentasi

Penjelasan
1.Metode otoritas

Menyatakan bahwa dasar setiap tindakan atau keputusan adalah otoritas. Otoritas dapat berasal dari manusia atau kepercayaan supernatural, kelompok manusia, atau suatu institusi seperti majelis ulama, dewan gereja atau pemerintah.

2.Metode Consensum Hominum

Menggunakan pendekatan berdasarkan persetujuan masyarakat luas atau sekelompok manusia yang terlibat dalam pengkajian suatu masalah.Segala sesuatu yang diyakini bijak dan secara etika dapat diterima, dimasukkan dalam keyakinan.


3.Metode Pendekatan Intuisi/Self-evidence

Metode ini dinyatakan oleh para ahli filsafat berdasarkan pada apa yang mereka kenal sebagai konsep teknik intuisi.Metode ini terbatas hanya pada orang- orang yang mempunyai intuisi tajam


4.Metode Argumentasi atau Metode Sokratik

Menggunakan pendekatan dengan mengajukan pertanyaan atau mencari jawaban dengan alasan yang tepat.Metode ini digunakan untuk memahami fenomena etika


Masalah Etika Keperawatan

Bandman (1990) menjelaskan bahwa masalah etika keperawatan pada dasarnya terdiri atas lima jenis. Kelima masalah tersebut akan diuraikan dl rangka perawat
“mempertimbangkan prinsip etika yang bertentangan”.


Lima masalah dasar etika keperawatan
1.Kuantitas versus kualitas hidup
2.Kebebasan versus penanganan dan pencegahan bahaya
3.Berkata jujur versus berkata bohong
4.Keinginan terhadap pengetahuan yg bertentangan dg falsafah, agama, politik, ekonomi, dan ideologi
5.Terapi ilmiah konvensional versus terapi tidak ilmiah dan coba-coba


Lima faktor yang harus diertimbangkan dalam penanganan masalah etika

1.Pernyataan dari klien yg pernah diucapkan kpd anggota keluarga, teman2nya dan petugas kesehatan
2.Agama dan kepercayaan klien
3.Pengaruh terhadap anggota klg klien
4.Kemungkinan akibat sampingan yang tidak dikehendaki
5.Prognosis dengan atau tanpa pengobatan

Lima masalah dasar etika keperawatan yg berhubungan dg “pertimbangan prinsip
etika yg bertentangan”.
Penjelasan
1.Kuantitas versus kualitas hidup
Contoh: Seorang ibu meminta perawat untuk melepas semua selang yg diapsang pada anaknya yg telah koma delapan hari. Keadaan seperti ini, perawat menghadapi masalah
posisinya dalam menentukankeputusan secara moral


2.Kebebasan versus penanganan dan pencegahan bahaya
Contoh adalah seorang klien berusia lanjut yang menolak untuk mengenakan sabuk pengaman waktu berjalan, ia ingin berjalan dengan bebas. Pada situasi ini perawat menghadapi masalah upaya menjaga keselamatan klien yang bertentangan dengan
kebebasan klien

3Berkata jujur versus berkata bohong
Contoh: seorang perawat yg mendapati teman kerjanya menggunakan narkotika.
Dalam posisi ini perawat tersebut berada dalam pilihan apakah akan mengatakan hal ini secara terbuka atau diam karena diancam akan dibuka rahasia yg dimilikinya bila
melaporkan pada orang lain

4.Keinginan tarhadap pengetahuan yg bertentangan dg falsafah agama, politik, ekonomi dan ideologi

a.Beberapa masalah yg dapat diangkat sebagai contoh seorang klien memilih
ke dukun daripada ke dokter.
b.Kampanye anti rokok demi keselamatan bertentangan dengan kebijakan
ekonomi
c.Alokasi dana untuk kepentingan militer lebih besar daripada untuk
kepentingan kesehatan

5.Terapi ilmiah konvensional versus terapi tidak ilmiah dan coba-coba

Hampir semua suku bangsa di Indonesia memiliki praktek terapi konvensional yang masih dianggap sebagai tindakan yang dapat dipercaya.

Secara ilmiah tindakan tsb sulit dibuktikan kebenarannya, namun sebagian masyarakat
mempercayainya.

MASALAH ETIKA MORAL DALAM PELAYANAN KEPERAWATAN


MASALAH ETIKA MORAL DALAM PELAYANAN KEPERAWATAN

PENGERTIAN ETIKA MORAL

Etika adalah ilmu ttg kesusilaan yg bagaimana sepatutnya manusia hidup di dalam masyarakat yg melibatkan aturan atau prinsip yg menentukan tingkah laku
yang benar.
Moral adalah perilaku yang diharapkan oleh masyarakat yg merupakan “standar perilaku” dan “nilai” yang harus diperhatikan bila seseorang menjadi anggota masyarakat tempat ia tinggal.

Etiket atau adat merupakan sesuatu yang dikenal, diketahui, diulang serta
menjadi suatu kebiasaan di dalam suatu masyarakat baik berupa kata- kata maupun bentuk perbuatan yang nyata.

Etika, moral dan etiket sulit dibedakan, hanya dapat dilihat bahwa etika lebih
dititikberatkan pada aturan, prinsip yang melandasi perilaku yang mendasar dan mendekati aturan, hukum dan undang2 yang membedakan benar atau salah secara
moralitas


nilai-nilai moral yang ada dalam kode etik keperawatan Indonesia (2000), diantaranya:
1.Menghargai hak klien sebagai individu yg bermartabat dan unik
2.Menghormati nilai-nilai yang diyakini klien
3.Bertanggung jawab terhadap klien
4.confidentiality

Metoda pendekatan pembahasan masalah etika

Dari Ladd J (1978), dikutip oleh Freld(1990) menyatakan ada empat metoda utama membahas masalah etika:
1.Otoritas
2.Consensum hominum
3.Pendekatan intuisi atau self evidence
4.Metode argumentasi

Penjelasan
1.Metode otoritas

Menyatakan bahwa dasar setiap tindakan atau keputusan adalah otoritas. Otoritas dapat berasal dari manusia atau kepercayaan supernatural, kelompok manusia, atau suatu institusi seperti majelis ulama, dewan gereja atau pemerintah.

2.Metode Consensum Hominum

Menggunakan pendekatan berdasarkan persetujuan masyarakat luas atau sekelompok manusia yang terlibat dalam pengkajian suatu masalah.Segala sesuatu yang diyakini bijak dan secara etika dapat diterima, dimasukkan dalam keyakinan.


3.Metode Pendekatan Intuisi/Self-evidence

Metode ini dinyatakan oleh para ahli filsafat berdasarkan pada apa yang mereka kenal sebagai konsep teknik intuisi.Metode ini terbatas hanya pada orang- orang yang mempunyai intuisi tajam


4.Metode Argumentasi atau Metode Sokratik

Menggunakan pendekatan dengan mengajukan pertanyaan atau mencari jawaban dengan alasan yang tepat.Metode ini digunakan untuk memahami fenomena etika


Masalah Etika Keperawatan

Bandman (1990) menjelaskan bahwa masalah etika keperawatan pada dasarnya terdiri atas lima jenis. Kelima masalah tersebut akan diuraikan dl rangka perawat
“mempertimbangkan prinsip etika yang bertentangan”.


Lima masalah dasar etika keperawatan
1.Kuantitas versus kualitas hidup
2.Kebebasan versus penanganan dan pencegahan bahaya
3.Berkata jujur versus berkata bohong
4.Keinginan terhadap pengetahuan yg bertentangan dg falsafah, agama, politik, ekonomi, dan ideologi
5.Terapi ilmiah konvensional versus terapi tidak ilmiah dan coba-coba


Lima faktor yang harus diertimbangkan dalam penanganan masalah etika

1.Pernyataan dari klien yg pernah diucapkan kpd anggota keluarga, teman2nya dan petugas kesehatan
2.Agama dan kepercayaan klien
3.Pengaruh terhadap anggota klg klien
4.Kemungkinan akibat sampingan yang tidak dikehendaki
5.Prognosis dengan atau tanpa pengobatan





Template Watermark. D

Selasa, 14 Desember 2010

terapi ilmiah konvensional vs terapi ilmiah

Terapi ilmiah konvensional melawan terapi tidak ilmiah dan coba-coba
Contoh masalahnya : di Irian Jaya, sebagian masyarakat melakukan tindakan untuk mengatasi nyeri dengan daun-daun yang sifatnya gatal. Mereka percaya bahwa pada daun tersebut terdapat miang yang dapat melekat dan menghilangkan rasa nyeri bila dipukul-pukulkan dibagian tubuh yang sakit.
Konsep Profesi Keperawatan
  1. Etika hubungan tim keperawatan
Tim keperawatan terdiri dari semua individu yang terlibat dalam pemberian asuhan keperawatan kepada pasien. Komposisi anggota tim keperawatan bervariasi, tergantung pada tenaga keperawatan yang ada, sensus pasien, jenis unit keperawatan, dan program pendidikan keperawatan yang berafiliasi/kerjasama
Faktor-faktor tim keperawatan yang diarahkan terhadap kualitas
asuhan keperawatan :

Dalam kerjasama dengan sesama tim, semua perawat harus berprinsip dan ingat bahwa fokus dan semua upaya yang dilakukan adalah mengutamakan kepentingan pasien serta kualitas asuhan keperawatan dan semua perawat harus mampu mengadakan komunikasi secara efektif.

Tugas EBN sudah selesai


PROBLEM : Apakah cara yang lebih efektif untuk pnyakit strok?

INTERVATION : 1) PENGOBATAN DENGAN CARA TERAPI

2) DENGAN CARA MINUM OBAT HERBAL ALAMI

COMPARATION :
1)Tahitian Noni dalam membantu penderita Stroke dan  tekanan darah tinggi. Pertama, Tahitian Noni (Morinda citrifolia) mengandung scopoletin, Yang telah terbukti secara ilmiah mampu memuaikan pem­buluh darah sehingga menghasilkan tekanan darah yang lebih rendah. Alasan kedua mengapa banyak orang meng­gunakan noni untuk menolong tekanan darah tinggi karena lebih elastis dan lebih mudah memuai. Alasan ketiga adalah melalui nutrasetikal yang terkandung dalam noni yang mampu meningkatkan kesehatan struktur sel dalam sistern peredaran darah.
Berdasarkan penelitiannya yang terbaru, dengan standar double-blind, placebo-controlled (standart tertinggi dan ketat dalam riset Medis – Red ), Dr. Mian Ying Wang dari Universitas Illinois di Rockford menernukan bahwa subyek tesnya, perokok berat yang mengkonsumsi 30 hingga 120 CC TAHITIAN NONI@ Juice setiap hari selama 1 bulan, mengalami penurunan tingkat kolesterol sebesar 19% dan trigliserida yang berbahaya sebesar 20%. Sementara kelompok yang diberikan plasebo (ramuan yang secara farmakologis tidak aktif dan digunakan sebagai pembanding dalarn penilaian khasiat suatu obat tertentu – Red) memperlihatkan perubahan yang tidak signifikan dalam tingkat kolesterol dan trigliserida mereka. Penelitian ini mengindikasikan bahwa noni juice dari Tahiti mampu menurunkan tingkat kolesterol seseorang dari tingkat yang berbahaya ke tingkat yang aman dalam waktu hanya 1 bulan.
Dalarn penelitian dokter Neil Solomon , dari 1.989 orang yang mengkonsumsi noni juice untuk membantu tekanan darah tinggi mereka, 85% di antaranya melaporkan adanya penurunan. Dari 2.397 orang yang mengkonsumsi noni untuk membantu gejala-gejala penyakit jantung, 77% di antaranya melaporkan gejala-gejala yang lebih ringan. Dan terakhir, dari 1.893 orang yang mengkonsumsi noni untuk membantu gejala-gejala stroke, 51% di antaranya terbantu.
Takaran Penggunaan Noni: jumlah konsumsi rata-rata dari 85% responden yang mengalami kemajuan kesehatan yang positif untuk tekanan darah tinggi adalah 90 cc setiap hari. Sedangkan mereka yang menderita stroke dan penyakit jantung rata-rata mengkonsurnsi 105 cc setiap hari ( 35 cc pagi,35cc siang jam 11 sebelum makan dan 35cc malam menjelang tidur)
Cara Meminum: Kulum 15 detik dimulut bagian bawah lidah sebelum ditelan  untuk merangsang kelenjar pituitary dan pineal dibawah otak untuk produksi Serotonin & Melatonin yang mengatur pola tidur, mood, pubertas, siklus ovarian, meningkatkan kelenjar thyroid, kelenjar thymus, pankreas, dan hormon seksual.

2) Rehabilitasi pasca stroke, gangguan sendi,HNP,lumpuh, gangguan keseimbangan gerak dan mengontrol gerakan dengan metoda fisioterapi :
  • Streetching / penguluran
  • Strengthening / penguatan
  • Ice & heat therapy
  • Electrical simulation
  • Biofeedback / latihan dengan menggunakan peralatan
  • Akupunktur
3) Speech therapy / terapi wicara untuk mengatasi gangguan kesulitan bicara dan mengerti bahasa
Akupunktur untuk penanganan nyeri, pengobatan pada penyakit komplikasi dan kanker.

Jadi perbandingannya dari pengobatan itu semua adalah dengan cara 75 % adalah terapi.
OUTCAME
Menurut dr Peni Kusumastuti SpRM, spesialis rehabilitasi medik dari Klinik Dharma Daya Lestari Jakarta, menyembuhkan stroke memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Butuh kesadaran dan kedisiplinan. Salah satu terapi yang dapat memulihkan otot dan sendi yang kaku adalah hidroterapi.

Hidroterapi, kata dr Peni merrupakan salah satu bentuk terapi latihan dengan menggunakan modalitas air hangat. Terapi yang ditawarkan adalah therapeutical pool (terapi latihan di kolam).

Air, lanjutnya, adalah media terapi yang tepat untuk pemulihan cedera. Pengaruh gaya apung air membuat beban terhadap sendi tubuh seorang pasien berkurang.

"Air yang digunakan memiliki suhu 31 derajat celsius. Kisaran suhu ini cukup aman dan memberikan efek relaksasi bagi pasien, melancarkan sirkulasi darah, menurunkan rasa nyeri dan meningkatkan kemampuan alat gerak," katanya.

Dasar utama penggunaan air hangat untuk pengobatan adalah efek hidrostatik dan hidrodinamik. Secara ilmiah, jelas dr Peni, air hangat mempunyai dampak fisiologis bagi tubuh. Pertama, berdampak pada pembuluhdarah. Hangatnya air membuat sirkulasi darah menjadi lancar. Kedua, faktor pembebanan di dalam air akan menguatkan otot-otot dan ligament yang mempengaruhi sendi-sendi tubuh. Tak heran, pasien dengan menggunakan encok dan rematik sangat baik bila diterapi dengan air hangat.

Ketiga latihan di dalam air berdampak positif terhadap otot jantung dan paru-paru. Latihan di dalam air membuat sirkulasi pernapasan menjadi lebih baik.

"Efek hidrostatik dan hidrodinamik pada terapi ini juga membantu menopang berat badan saat latihan jalan," ujar Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik Indonesia (PERDOSRI)ini.

Selain hal-hal positif di atas, air bersuhu 31 derajat Celsius mempengaruhi oksigenisasi jaringan sehingga dapat mencegah kekakuan otot, menghilangkan rasa nyeri, menenangkan jiwa dan merilekskan tubuh.

"terapi air hangat banyak memiliki keunggulan, yakni menurunkan rasa nyeri, memperbaiki bentuk tubuh dan meningkatkan kemampuan alat gerak," pungkasnya.
(Genie/Genie/tty)

Euthanasia


Pengertian Euthanasia
Euthanasia secara bahasa berasal dari bahasa Yunani eu yang berarti “baik”, dan thanatos, yang berarti “kematian” (Utomo, 2003:177). Dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah qatlu ar-rahma atau taysir al-maut. Menurut istilah kedokteran, euthanasia berarti tindakan agar kesakitan atau penderitaan yang dialami seseorang yang akan meninggal diperingan. Juga berarti mempercepat kematian seseorang yang ada dalam kesakitan dan penderitaan hebat menjelang kematiannya (Hasan, 1995:145).
Dalam praktik kedokteran, dikenal dua macam euthanasia, yaitu euthanasia aktif dan euthanasia pasif. Euthanasia aktif adalah tindakan dokter mempercepat kematian pasien dengan memberikan suntikan ke dalam tubuh pasien tersebut. Suntikan diberikan pada saat keadaan penyakit pasien sudah sangat parah atau sudah sampai pada stadium akhir, yang menurut perhitungan medis sudah tidak mungkin lagi bisa sembuh atau bertahan lama. Alasan yang biasanya dikemukakan dokter adalah bahwa pengobatan yang diberikan hanya akan memperpanjang penderitaan pasien serta tidak akan mengurangi sakit yang memang sudah parah (Utomo, 2003:176).
Contoh euthanasia aktif, misalnya ada seseorang menderita kanker ganas dengan rasa sakit yang luar biasa sehingga pasien sering kali pingsan. Dalam hal ini, dokter yakin yang bersangkutan akan meninggal dunia. Kemudian dokter memberinya obat dengan takaran tinggi (overdosis) yang sekiranya dapat menghilangkan rasa sakitnya, tetapi menghentikan pernapasannya sekaligus (Utomo, 2003:178).
Adapun euthanasia pasif, adalah tindakan dokter menghentikan pengobatan pasien yang menderita sakit keras, yang secara medis sudah tidak mungkin lagi dapat disembuhkan. Penghentian pengobatan ini berarti mempercepat kematian pasien. Alasan yang lazim dikemukakan dokter adalah karena keadaan ekonomi pasien yang terbatas, sementara dana yang dibutuhkan untuk pengobatan sangat tinggi, sedangkan fungsi pengobatan menurut perhitungan dokter sudah tidak efektif lagi. Terdapat tindakan lain yang bisa digolongkan euthanasia pasif, yaitu tindakan dokter menghentikan pengobatan terhadap pasien yang menurut penelitian medis masih mungkin sembuh. Alasan yang dikemukakan dokter umumnya adalah ketidakmampuan pasien dari segi ekonomi, yang tidak mampu lagi membiayai dana pengobatan yang sangat tinggi (Utomo, 2003:176).
Contoh euthanasia pasif, misalkan penderita kanker yang sudah kritis, orang sakit yang sudah dalam keadaan koma, disebabkan benturan pada otak yang tidak ada harapan untuk sembuh. Atau, orang yang terkena serangan penyakit paru-paru yang jika tidak diobati maka dapat mematikan penderita. Dalam kondisi demikian, jika pengobatan terhadapnya dihentikan, akan dapat mempercepat kematiannya (Utomo, 2003:177).
Menurut Deklarasi Lisabon 1981, euthanasia dari sudut kemanusiaan dibenarkan dan merupakan hak bagi pasien yang menderita sakit yang tidak dapat disembuhkan. Namun dalam praktiknya dokter tidak mudah melakukan euthanasia, karena ada dua kendala. Pertama, dokter terikat dengan kode etik kedokteran bahwa ia dituntut membantu meringankan penderitaan pasien Tapi di sisi lain, dokter menghilangkan nyawa orang lain yang berarti melanggar kode etik kedokteran itu sendiri. Kedua, tindakan menghilangkan nyawa orang lain merupakan tindak pidana di negara mana pun. (Utomo, 2003:178).
Pandangan Syariah Islam
Syariah Islam merupakan syariah sempurna yang mampu mengatasi segala persoalan di segala waktu dan tempat. Berikut ini solusi syariah terhadap euthanasia, baik euthanasia aktif maupun euthanasia pasif.
A. Euthanasia Aktif
Syariah Islam mengharamkan euthanasia aktif, karena termasuk dalam kategori pembunuhan sengaja (al-qatlu al-‘amad), walaupun niatnya baik yaitu untuk meringankan penderitaan pasien. Hukumnya tetap haram, walaupun atas permintaan pasien sendiri atau keluarganya.
Dalil-dalil dalam masalah ini sangatlah jelas, yaitu dalil-dalil yang mengharamkan pembunuhan. Baik pembunuhan jiwa orang lain, maupun membunuh diri sendiri. Misalnya firman Allah SWT :
“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (untuk membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar.” (QS Al-An’aam : 151)
“Dan tidak layak bagi seorang mu`min membunuh seorang mu`min (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja)…” (QS An-Nisaa` : 92)
“Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS An-Nisaa` : 29).
Dari dalil-dalil di atas, jelaslah bahwa haram hukumnya bagi dokter melakukan euthanasia aktif. Sebab tindakan itu termasuk ke dalam kategori pembunuhan sengaja (al-qatlu al-‘amad) yang merupakan tindak pidana (jarimah) dan dosa besar.
Dokter yang melakukan euthanasia aktif, misalnya dengan memberikan suntikan mematikan, menurut hukum pidana Islam akan dijatuhi qishash (hukuman mati karena membunuh), oleh pemerintahan Islam (Khilafah), sesuai firman Allah :
“Telah diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh.” (QS Al-Baqarah : 178)
Namun jika keluarga terbunuh (waliyyul maqtuul) menggugurkan qishash (dengan memaafkan), qishash tidak dilaksanakan. Selanjutnya mereka mempunyai dua pilihan lagi, meminta diyat (tebusan), atau memaafkan/menyedekahkan.
Firman Allah SWT : “Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula).” (QS Al-Baqarah : 178)
Diyat untuk pembunuhan sengaja adalah 100 ekor unta di mana 40 ekor di antaranya dalam keadaan bunting, berdasarkan hadits Nabi riwayat An-Nasa`i (Al-Maliki, 1990: 111). Jika dibayar dalam bentuk dinar (uang emas) atau dirham (uang perak), maka diyatnya adalah 1000 dinar, atau senilai 4250 gram emas (1 dinar = 4,25 gram emas), atau 12.000 dirham, atau senilai 35.700 gram perak (1 dirham = 2,975 gram perak) (Al-Maliki, 1990: 113).
Tidak dapat diterima, alasan euthanasia aktif yang sering dikemukakan yaitu kasihan melihat penderitaan pasien sehingga kemudian dokter memudahkan kematiannya. Alasan ini hanya melihat aspek lahiriah (empiris), padahal di balik itu ada aspek-aspek lainnya yang tidak diketahui dan tidak dijangkau manusia. Dengan mempercepat kematian pasien dengan euthanasia aktif, pasien tidak mendapatkan manfaat (hikmah) dari ujian sakit yang diberikan Allah kepada-Nya, yaitu pengampunan dosa. Rasulullah SAW bersabda,”Tidaklah menimpa kepada seseorang muslim suatu musibah, baik kesulitan, sakit, kesedihan, kesusahan, maupun penyakit, bahkan duri yang menusuknya, kecuali Allah menghapuskan kesalahan atau dosanya dengan musibah yang menimpanya itu.” (HR Bukhari dan Muslim).
B. Euthanasia Pasif
Adapun hukum euthanasia pasif, sebenarnya faktanya termasuk dalam praktik menghentikan pengobatan. Tindakan tersebut dilakukan berdasarkan keyakinan dokter bahwa pengobatan yag dilakukan tidak ada gunanya lagi dan tidak memberikan harapan sembuh kepada pasien. Karena itu, dokter menghentikan pengobatan kepada pasien, misalnya dengan cara menghentikan alat pernapasan buatan dari tubuh pasien. Bagaimanakah hukumnya menurut Syariah Islam?
Jawaban untuk pertanyaan itu, bergantung kepada pengetahuan kita tentang hukum berobat (at-tadaawi) itu sendiri. Yakni, apakah berobat itu wajib, mandub,mubah, atau makruh? Dalam masalah ini ada perbedaan pendapat. Menurut jumhur ulama, mengobati atau berobat itu hukumnya mandub (sunnah), tidak wajib. Namun sebagian ulama ada yang mewajibkan berobat, seperti kalangan ulama Syafiiyah dan Hanabilah, seperti dikemukakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (Utomo, 2003:180).
Menurut Abdul Qadim Zallum (1998:68) hukum berobat adalah mandub. Tidak wajib. Hal ini berdasarkan berbagai hadits, di mana pada satu sisi Nabi SAW menuntut umatnya untuk berobat, sedangkan di sisi lain, ada qarinah (indikasi) bahwa tuntutan itu bukanlah tuntutan yang tegas (wajib), tapi tuntutan yag tidak tegas (sunnah).
Di antara hadits-hadits tersebut, adalah hadits bahwa Rasulullah SAW bersabda :
“Sesungguhnya Allah Azza Wa Jalla setiap kali menciptakan penyakit, Dia ciptakan pula obatnya. Maka berobatlah kalian!” (HR Ahmad, dari Anas RA)
Hadits di atas menunjukkan Rasulullah SAW memerintahkan untuk berobat. Menurut ilmu Ushul Fiqih, perintah (al-amr) itu hanya memberi makna adanya tuntutan (li ath-thalab), bukan menunjukkan kewajiban (li al-wujub). Ini sesuai kaidah ushul :
Al-Ashlu fi al-amri li ath-thalab
“Perintah itu pada asalnya adalah sekedar menunjukkan adanya tuntutan.” (An-Nabhani, 1953)
Jadi, hadits riwayat Imam Ahmad di atas hanya menuntut kita berobat. Dalam hadits itu tidak terdapat suatu indikasi pun bahwa tuntutan itu bersifat wajib. Bahkan, qarinah yang ada dalam hadits-hadits lain justru menunjukkan bahwa perintah di atas tidak bersifat wajib. Hadits-hadits lain itu membolehkan tidak berobat.
Di antaranya ialah hadits yang diriwayatkan Ibnu Abbas RA, bahwa seorang perempuan hitam pernah datang kepada Nabi SAW lalu berkata,”Sesungguhnya aku terkena penyakit ayan (epilepsi) dan sering tersingkap auratku [saat kambuh]. Berdoalah kepada Allah untuk kesembuhanku!” Nabi SAW berkata,”Jika kamu mau, kamu bersabar dan akan mendapat surga. Jika tidak mau, aku akan berdoa kepada Allah agar Dia menyembuhkanmu.” Perempuan itu berkata,”Baiklah aku akan bersabar,” lalu dia berkata lagi,”Sesungguhnya auratku sering tersingkap [saat ayanku kambuh], maka berdoalah kepada Allah agar auratku tidak tersingkap.” Maka Nabi SAW lalu berdoa untuknya. (HR Bukhari)
Hadits di atas menunjukkan bolehnya tidak berobat. Jika hadits ini digabungkan dengan hadits pertama di atas yang memerintahkan berobat, maka hadits terakhir ini menjadi indikasi (qarinah), bahwa perintah berobat adalah perintah sunnah, bukan perintah wajib. Kesimpulannya, hukum berobat adalah sunnah (mandub), bukan wajib (Zallum, 1998:69).
Dengan demikian, jelaslah pengobatan atau berobat hukumnya sunnah, termasuk dalam hal ini memasang alat-alat bantu bagi pasien. Jika memasang alat-alat ini hukumnya sunnah, apakah dokter berhak mencabutnya dari pasien yag telah kritis keadaannya?
Abdul Qadim Zallum (1998:69) mengatakan bahwa jika para dokter telah menetapkan bahwa si pasien telah mati organ otaknya, maka para dokter berhak menghentikan pengobatan, seperti menghentikan alat bantu pernapasan dan sebagainya. Sebab pada dasarnya penggunaan alat-alat bantu tersebut adalah termasuk aktivitas pengobatan yang hukumnya sunnah, bukan wajib. Kematian otak tersebut berarti secara pasti tidak memungkinkan lagi kembalinya kehidupan bagi pasien. Meskipun sebagian organ vital lainnya masih bisa berfungsi, tetap tidak akan dapat mengembalikan kehidupan kepada pasien, karena organ-organ ini pun akan segera tidak berfungsi.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka hukum pemasangan alat-alat bantu kepada pasien adalah sunnah, karena termasuk aktivitas berobat yang hukumnya sunnah. Karena itu, hukum euthanasia pasif dalam arti menghentikan pengobatan dengan mencabut alat-alat bantu pada pasien –setelah matinya/rusaknya organ otak—hukumnya boleh (jaiz) dan tidak haram bagi dokter. Jadi setelah mencabut alat-alat tersebut dari tubuh pasien, dokter tidak dapat dapat dikatakan berdosa dan tidak dapat dimintai tanggung jawab mengenai tindakannya itu (Zallum, 1998:69; Zuhaili, 1996:500; Utomo, 2003:182).
Namun untuk bebasnya tanggung jawab dokter, disyaratkan adanya izin dari pasien, walinya, atau washi-nya (washi adalah orang yang ditunjuk untuk mengawasi dan mengurus pasien). Jika pasien tidak mempunyai wali, atau washi, maka wajib diperlukan izin dari pihak penguasa (Al-Hakim/Ulil Amri) (Audah, 1992 : 522-523).
Wallahu a’lam.

PENGATURAN DI INDONESIA
Merujuk pada KUHP Pasal 304 KUHP
“Barangsiapa dengan sengaja menyebabkan atau
membiarkan orang dalam kesengsaraan, sedang ia
wajib memberikan kehidupan,perawatan, kepada
orang itu,karena hukum yang berlaku baginya atau
karena perjanjian,dipidana dengan pidana penjara
selama- lamanya dua tahun delapan bulan atau
denda sebanyak – banyaknya empat ribu limaratus
rupiah”

Pasal 306 KUHP
1. “Kalau salah satu perbuatan tersebut dalam pasal
304 dan 305 berakibat luka berat ,yang bersalah
dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya
tujuh tahun enam bulan”.
2. “Kalau salah satu perbuatan tersebut berakibat
matinya orang,maka yang bersalah dipidana
dengan pidana penjara selama-lamanya sembilan
tahun”.
Pasal 344 KUHP
“Barangsiapa menghilangkan nyawa orang atas permintaan sungguh – sungguh orang itu
sendiri dipidana dengan pidana penjara selama – lamanya duabelas tahun”.
Pasal 345 KUHP
“Barang siapa dengan sengaja membujuk orang supaya membunuh diri atau menolongnya dalam perbuatan itu, atau memberi ikhtiar kepadanya untuk itu, dipidana dengan pidana penjara selamalamanya empat tahun,kalau jadi orangnya membunuh diri”

 Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 434/Men. Kes/SK/X/1983 tentang kode Etik Kesehatan’ Dokter yang melakukan tindakan euthanasia ( aktif khususnya ) dapat diberhentikan dari jabatannya, hal in sesuai pasal 10 SK MenKes. Yaitu:
 Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajibannya melindungi hidup makluk insani.

MALPRAKTEK DALAM PELAYANAN KESEHATAN


Juni 20, 2009 oleh agungrakhmawan
Meningkatnya kesadaran masyarakat akan hak-haknya merupakan salah satu indicator positif meningkatnya kesadaran hukum dalam masyarakat. Sisi negatifnya adalah adanya kecenderungan meningkatnya kasus tenaga kesehatan ataupun rumah sakit di somasi, diadukan atau bahkan dituntut pasien yang akibatnya seringkali membekas bahkan mencekam para tenaga kesehatan yang pada gilirannya akan mempengaruhi proses pelayanan kesehatan tenaga kesehatan dibelakang hari. Secara psikologis hal ini patut dipahami mengingat berabad-abad tenaga kesehatan telah menikmati kebebasan otonomi paternalistik yang asimitris kedudukannya dan secara tiba-tiba didudukkan dalam kesejajaran. Masalahnya tidak setiap upaya pelayanan kesehatan hasilnya selalu memuaskan semua pihak terutama pasien, yang pada gilirannya dengan mudah menimpakan beban kepada pasien bahwa telah terjadi malpraktek.
Dari definisi malpraktek “adalah kelalaian dari seseorang dokter atau perawat untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama”. (Valentin v. La Society de Bienfaisance Mutuelle de Los Angelos, California, 1956). Dari definisi tersebut malpraktek harus dibuktikan bahwa apakah benar telah terjadi kelalaian tenaga kesehatan dalam menerapkan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang ukurannya adalah lazim dipergunakan diwilayah tersebut. Andaikata akibat yang tidak diinginkan tersebut terjadi apakah bukan merupakan resiko yang melekat terhadap suatu tindakan medis tersebut (risk of treatment) karena perikatan dalam transaksi teraputik antara tenagakesehatan dengan pasien adalah perikatan/perjanjian jenis daya upaya (inspaning verbintenis) dan bukan perjanjian/perjanjian akan hasil (resultaa verbintenis).
Apabila tenaga tenaga kesehatan didakwa telah melakukan kesalahan profesi, hal ini bukanlah merupakan hal yang mudah bagi siapa saja yang tidak memahami profesi kesehatan dalam membuktikan ada dan tidaknya kesalahan.
Dalam hal tenaga kesehatan didakwa telah melakukan ciminal malpractice, harus dibuktikan apakah perbuatan tenaga kesehatan tersebut telah memenuhi unsur tidak pidanya yakni :
a. Apakah perbuatan (positif act atau negatif act) merupakan perbuatan yang tercela
b. Apakah perbuatan tersebut dilakukan dengan sikap batin (mens rea) yang salah (sengaja, ceroboh atau adanya kealpaan). Selanjutnya apabila tenaga perawatan dituduh telah melakukan kealpaan sehingga mengakibatkan pasien meninggal dunia, menderita luka, maka yang harus dibuktikan adalah adanya unsur perbuatan tercela (salah) yang dilakukan dengan sikap batin berupa alpa atau kurang hati-hati ataupun kurang praduga.
Dalam kasus atau gugatan adanya civil malpractice pembuktianya dapat dilakukan dengan dua cara yakni :
1. Cara langsung
Oleh Taylor membuktikan adanya kelalaian memakai tolok ukur adanya 4 D yakni :
1.     Duty (kewajiban)
Dalam hubungan perjanjian tenaga perawatan dengan pasien, tenaga perawatan haruslah bertindak berdasarkan
(1)   Adanya indikasi medis
(2)   Bertindak secara hati-hati dan teliti
(3)   Bekerja sesuai standar profesi
(4)   Sudah ada informed consent.
1.     Dereliction of Duty (penyimpangan dari kewajiban)
Jika seorang tenaga perawatan melakukan asuhan keperawatan menyimpang dari apa yang seharusnya atau tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan menurut standard profesinya, maka tenaga perawatan tersebut dapat dipersalahkan.
1.     Direct Causation (penyebab langsung)
2.     Damage (kerugian)
Tenaga perawatan untuk dapat dipersalahkan haruslah ada hubungan kausal (langsung) antara penyebab (causal) dan kerugian (damage) yang diderita oleh karenanya dan tidak ada peristiwa atau tindakan sela diantaranya., dan hal ini haruslah dibuktikan dengan jelas. Hasil (outcome) negatif tidak dapat sebagai dasar menyalahkan tenaga perawatan.
Sebagai adagium dalam ilmu pengetahuan hukum, maka pembuktiannya adanya kesalahan dibebankan/harus diberikan oleh si penggugat (pasien).
2. Cara tidak langsung
Cara tidak langsung merupakan cara pembuktian yang mudah bagi
pasien, yakni dengan mengajukan fakta-fakta yang diderita olehnya
sebagai hasil layanan perawatan (doktrin res ipsa loquitur).
Doktrin res ipsa loquitur dapat diterapkan apabila fakta-fakta yang ada memenuhi kriteria:
a. Fakta tidak mungkin ada/terjadi apabila tenaga perawatan tidak lalai
b. Fakta itu terjadi memang berada dalam tanggung jawab tenaga perawatan
c. Fakta itu terjadi tanpa ada kontribusi dari pasien dengan perkataan lain tidak ada contributory negligence.
gugatan pasien .
Upaya pencegahan malpraktek :
1. Upaya pencegahan malpraktek dalam pelayanan kesehatan
Dengan adanya kecenderungan masyarakat untuk menggugat tenaga medis karena adanya malpraktek diharapkan tenaga dalam menjalankan tugasnya selalu bertindak hati-hati, yakni:
a. Tidak menjanjikan atau memberi garansi akan keberhasilan upayanya, karena perjanjian berbentuk daya upaya (inspaning verbintenis) bukan perjanjian akan berhasil (resultaat verbintenis).
b. Sebelum melakukan intervensi agar selalu dilakukan informed consent.
c. Mencatat semua tindakan yang dilakukan dalam rekam medis.
d. Apabila terjadi keragu-raguan, konsultasikan kepada senior atau dokter.
e. Memperlakukan pasien secara manusiawi dengan memperhatikan segala kebutuhannya.
f. Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga dan masyarakat sekitarnya.
2. Upaya menghadapi tuntutan hukum
Apabila upaya kesehatan yang dilakukan kepada pasien tidak memuaskan sehingga perawat menghadapi tuntutan hukum, maka tenaga kesehatan seharusnyalah bersifat pasif dan pasien atau keluarganyalah yang aktif membuktikan kelalaian tenaga kesehatan.
Apabila tuduhan kepada kesehatan merupakan criminal malpractice, maka tenaga kesehatan dapat melakukan :
a. Informal defence, dengan mengajukan bukti untuk menangkis/ menyangkal bahwa tuduhan yang diajukan tidak berdasar atau tidak menunjuk pada doktrin-doktrin yang ada, misalnya perawat mengajukan bukti bahwa yang terjadi bukan disengaja, akan tetapi merupakan risiko medik (risk of treatment), atau mengajukan alasan bahwa dirinya tidak mempunyai sikap batin (men rea) sebagaimana disyaratkan dalam perumusan delik yang dituduhkan.
b. Formal/legal defence, yakni melakukan pembelaan dengan mengajukan atau menunjuk pada doktrin-doktrin hukum, yakni dengan menyangkal tuntutan dengan cara menolak unsur-unsur pertanggung jawaban atau melakukan pembelaan untuk membebaskan diri dari pertanggung jawaban, dengan mengajukan bukti bahwa yang dilakukan adalah pengaruh daya paksa.
Berbicara mengenai pembelaan, ada baiknya perawat menggunakan jasa penasehat hukum, sehingga yang sifatnya teknis pembelaan diserahkan kepadanya.
Pada perkara perdata dalam tuduhan civil malpractice dimana perawat digugat membayar ganti rugi sejumlah uang, yang dilakukan adalah mementahkan dalil-dalil penggugat, karena dalam peradilan perdata, pihak yang mendalilkan harus membuktikan di pengadilan, dengan perkataan lain pasien atau pengacaranya harus membuktikan  dalil sebagai dasar gugatan bahwa tergugat (perawat) bertanggung jawab atas derita (damage) yang dialami penggugat. Untuk membuktikan adanya civil malpractice tidaklah mudah, utamanya tidak diketemukannya fakta yang dapat berbicara sendiri (res ipsa loquitur), apalagi untuk membuktikan adanya tindakan menterlantarkan kewajiban (dereliction of duty) dan adanya hubungan langsung antara menterlantarkan kewajiban dengan adanya rusaknya kesehatan (damage), sedangkan yang harus membuktikan adalah orang-orang awam dibidang kesehatan dan hal inilah yang menguntungkan tenaga perawatan.
Taken from :My friend inspiration(berbagai sumber)
Dikutip dari : http://muhammadjabir.wordpress.com